Eratkan Ukhuwah, Gembirakan Dakwah

Kabinet Ar-Ribath

Our Cabinet
JMME FEB UGM JMME FEB UGM

Gambar/ilustrasi: Unsplash.com

Tinta Emas Cendekiawan Muslim terhadap Kemajuan Peradaban.

Saat ini di dalam masyarakat kita yang majemuk dapat dijumpai narasi pemikiran yang menganggap agama islam terlalu kaku, kolot, bahkan tidak sesuai kondisi yang terjadi di masa kini. Argumen tersebut biasanya dilatarbelakangi pemahaman terhadap sebagian umat muslim yang terlalu terpaku pada suatu persoalan seperti sebatas halal haram dan kurang mengkaji keragaman pemikiran terkait hal tersebut. Perilaku beberapa kaum muslimin juga dinilai mudah terprovokasi oleh sesuatu hal tanpa mencari lebih detail fakta yang terjadi sehingga umat yang besar ini masih mudah terpecah-belah (yang mungkin) menyerupai buih sesuai perkataan Rasulullah SAW. Sikap semacam ini yang menyebabkan munculnya stigma Islam yang kaku.

Sebenarnya jika melihat hanya dari sudut pandang itu saja, tidaklah benar dan cenderung subjektif karena menilai dari orang yang menganutnya, bukan pada ide-ide yang terkandung dalam ajaran Islam.

Menilik ke masa lampau, pernah ada masa ketika Islam sesungguhnya tidak kaku, rileks, dan kritis mulai dari kemauan mempelajari dan mengadopsi pengetahuan dan budaya di luar wilayah kekuasaan umat Islam hingga kemampuan menciptakan beragam karya yang dampaknya masih terasa saat ini.

Kehadiran Islam pada awalnya muncul sebagai suatu perubahan yang progresif di jazirah arab. Banyak kebiasaan lama yang dirombak menjadi lebih baik, namun tetap ada yang diadopsi karena masih sesuai bagi umat. Perilaku diskriminatif pun berubah menjadi kesetaraan terhadap berbagai golongan baik berdasar warna kulit, asal, kedudukan, kekayaan, kekuasaan, ataupun perbedaan lainnya walaupun dalam konteks barat modern masih menganggap hukum terhadap gender terutama perempuan masih belum sesuai. 

Setiap masa dalam periodisasi sejarah umat islam juga menunjukkan banyaknya tokoh pemikir yang muncul walaupun terkadang ada masanya mengalami kemunduran. Saat zaman klasik yang memperlihatkan semakin meluasnya pengaruh islam dimulai dari abad 8 M sampai nantinya terjadi kemunduran sekitar abad 13 M terdapat masa keemasan islam atau islamic golden age. Dengan dukungan yang baik dari pemerintah berupa dana maupun faktor lainnya sehingga tidak heran banyak didirikan tempat-tempat diskusi keilmuan seperti madrasah maupun perpustakaan. Support positif semacam ini yang menjadi salah satu faktor kemajuan disamping adanya kebebasan berpikir.

Bahkan semenjak masa khulafaur rasyidin, banyak cendekiawan muslim tidak anti ide-ide di luar peradabannya bahkan mau berusaha mempelajari juga mengembangkan pandangan yang memberi kemajuan atas dasar kecintaan pada ilmu pengetahuan. Contohnya, mereka mau menerjemahkan secara masif sains dan filsafat dari Yunani maupun Romawi di barat ataupun belajar banyak dari budaya serta pengetahuan  Persia juga India. Para cendekiawan ini juga mau menemui pemikir non-muslim hanya untuk mempelajari pemikiran baru. Inilah bukti umat islam berusaha menjadi progresif, juga bukti toleransi, karena mereka tahu mencari ilmu tidak pandang bulu melihat perbedaan selama tidak berurusan dengan aqidah. Keragaman di dalam umat adalah berkah, ditunjukan oleh berbagai latar belakang pemikir. Muslim dengan beragam pemahamannya yang mampu membuat pengaruh yang pastinya membawa keuntungan bagi kemajuan peradaban. 

Penyerapan banyak pengetahuan itu juga mendapat dukungan pemerintah maupun militer yang berjuang melakukan ekspedisi perluasan (walaupun secara negatif berarti invasi) yang tidak hanya menaklukan wilayah baru tetapi juga ikut dalam penemuan berbagai peninggalan penting seperti manuskrip yang kemudian memicu lahirnya penerjemahan besar-besaran karya-karya tersebut ke dalam bahasa arab baik oleh kaum muslim maupun bukan. Teks-teks yang digubah mulai dari tulisan berbahasa Yunani (kebanyakan)  hingga Persia. Melalui jalur non-penaklukan, misalnya perdagangan mereka juga banyak mengadopsi teknologi baru. Misalnya saat melakukan hubungan dagang ke timur, khususnya Tiongkok, banyak penemuan mereka yang dibawa ke dunia islam seperti kertas ataupun mesiu. Hal seperti ini yang menyebabkan banyak kekaisaran dunia islam yang mampu memperluas wilayahnya. Turki Usmani contohnya, dapat menaklukan Konstantinopel karena kerja keras banyak pihak seperti pemimpin, ulama, para pejuang, maupun ilmuwan ahli. Meriam yang digunakan untuk melakukan pengepungan pun dirancang oleh seorang Hungaria, teknisi bernama Orban, membuktikan bahwa dalam masalah teknologi tidak masalah bekerja sama walaupun terdapat perbedaan keyakinan.

Kembali lagi ke masa klasik. Pengadopsian pengetahuan tersebut pada akhirnya menjadikan para cendikiawan mampu berpikir kritis sehingga mampu mengembangkan pemikiran tersebut menjadi lebih sempurna. Kemauan mengembangkan pemikiran inilah yang akhirnya menghantar kemajuan islam pada zaman keemasan. Ibnu Sina sebagai contoh cendekiawan dunia muslim yang terkenal  di dunia barat dengan bukunya The Canon of Medicine banyak mendapat pengaruh dari Aristoteles tetapi dia tidak lantas sependapat tetapi ada yang dikritik sehingga berkembang menjadi pengetahuan baru.

Setelah mengalami masa keemasan di zaman klasik ini, Islam mulai mengalami kemunduran semenjak pernyataan Al-Ghazali yang melakukan penentangan pemikiran Yunani serta pemurnian islam maupun faktor eksternal berupa serangan bangsa mongol yang menghancurkan perpustakaan di Baghdad. Namun, memasuki masa modern, pemikiran islam mulai bangkit kembali walaupun sebelumnya telah terdapat beragam pemikir dalam setiap periodenya.  Pada masa ini, banyak muncul pergerakan yang mencoba menggabungkan agama dengan nilai-nilai ataupun pemikiran modern dari Barat seperti nasionalisme, demokrasi, pemenuhan hak sipil, rasionalitas, kesetaraan, dan perjuangan sosial. Tokoh-tokoh yang dikenal diantara lainnya Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasjid Rida, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Iqbal, Hasan al-Banna, dan masih masih banyak lagi. Rata-rata pergerakan ini terpengaruh oleh kemajuan barat sehingga berpandangan perlu mengadopsi cara pandang yang sesuai dengan nilai-nilai islam. Di Indonesia sendiri, dahulu Hindia Belanda, juga muncul banyak tokoh pembaharuan ataupun organisasi pergerakan seperti Muhammadiyah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari dengan Nahdlatul Ulama, dan organisasi pergerakan lainnya. Ada tokoh maupun organisasi yang masih kooperatif dengan pemerintah kolonial dengan fokus bergerak pada kemasyarakatan, kemanusian, dan pendidikan. Ada juga yang akhirnya menentang kolonialisme Belanda seperti Rasuna Said, tokoh perempuan yang dipenjara karena melakukan penentangan pada pemerintahan Hindia Belanda ataupun KH Hasyim Asy’ari yang menyerukan perlawanan terhadap Belanda dan sekutunya masa revolusi nasional Indonesia. Setelah Indonesia benar-benar merdeka dari Belanda, Banyak tokoh-tokoh pemikir Islam yang mewarnai kehidupan sosial seperti Buya Hamka, Mohammad Natsir, hingga yang pernah menjadi Presiden Republik Indonesia seperti Gus Dur atau Abdurrahman Wahid dan BJ  Habibie yang pernah menjabat sebagai ketua Ikatan Cendekiawan Musllim Indonesia. Sebenarnya masih banyak lagi para pemikir muslim baik dalam bidang sosial, politik, sains, ataupun bidang-bidang lainnya dari Indonesia maupun dunia yang tidak bisa penulis tulis satu persatu.

Pada akhirnya penulis berpendapat, secara subjektif memandang islam kolot kuranglah tepat. Argumen tersebut lebih menggambarkan sebagian umat islam yang tidak  lagi menjunjung tinggi logika. Sebelum mengalami masa kemunduran hingga negeri-negeri muslim tunduk pada penjajahan sampai bangkit lagi di masa modern ini yang juga mendapat beberapa pengaruh Barat, Peradaban Islam sebenarnya pernah membawa pemikiran progresif yang memiliki dampak selain pada umat sendiri juga pada dunia sekitarnya. Seperti saat zaman keemasan islam, Eropa yang mengalami masa kegelapan mendapat pengaruh ilmu yang sebenarnya berasal dari Yunani dan Romawi tetapi oleh cendekiawan dunia muslim mampu dikembangkan sehingga secara tidak langsung dunia barat yang sempat terkekang oleh banyak aturan pada akhirnya mampu mencapai abad pencerahan sehingga membentuk dasar banyak pengetahuan modern di dunia. Namun, Pemikiran islam masih dapat berkembang ditandai oleh munculnya beragam pemikir progresif muslim sekarang ini. Baik pemikir masa pra modern maupun modern pastilah memiliki sumbangsih pada kehidupan dunia ini yang tentunya bermanfaat bagi banyak orang.

REFERENSI

Peran Peradaban Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/shahab-ahmed-islam-awal-sangat-rileks-ortodoksi-membuatnya-kaku-fBfe

https://www.suara.com/news/2020/04/30/155720/sejarah-peradaban-islam-dari-periode-klasik-hingga-modern?page=all

https://historia.id/kuno/articles/sepuluh-fakta-di-balik-pengepungan-konstantinopel-PdWb3

https://iranicaonline.org/articles/avicenna-ii

https://yaqeeninstitute.org/asadullah/the-structure-of-scientific-productivity-in-islamic-civilization-orientalists-fables/

https://republika.co.id/berita/nfqds932/mengenal-pembaharu-islam

https://historia.id/agama/articles/empat-tokoh-islam-di-indonesia-6jnw6

https://tirto.id/rasuna-said-politikus-ulama-perempuan-di-jalur-nasionalisme-d9gU

 

Penulis : Rizqy Ramakrisna Gustiarto

Editor : ApDeAg