Islam : Agamis Lawan dari Humoris?

Islam : Agamis Lawan dari Humoris?

Oleh: Fathi Syauqy Azzam | Sabtu, 23/10/2021 17:15 WIB

Sobat Jemmy pasti mengenal dong Coki Pardede dan Tretan Muslim. Ya, mereka berdua adalah dua nama public figure yang lahir dari sebuah acara kompetisi komedi tanah air beberapa tahun belakangan ini. Selain mereka, tentu ada ratusan komedian yang juga sukses menjadi influencer di bidangnya masing-masing dengan tetap menjaga branding komedi yang mengangkat nama mereka. Kita sebut saja Bintang Emon sebagai aktor dan selebgram, Dzawin dengan YouTube-nya, bahkan Ernest Prakarsa dengan film-film karyanya.

Jokes Tidak  Menyinggung SARA

Tahukah sobat Jemmy, sejak awal mengikuti kompetisi, para komedian ini dituntut untuk selalu kritis dalam membuat berbagai jokes yang relevan dengan keadaan terkini, sehingga dapat dinikmati penonton dengan begitu segar. Kebanyakan jokes yang mereka bawa berasal dari keresahan pribadi atau kondisi sosial yang mereka lihat secara langsung. 

Menurut penulis, berbagai hal dalam kontestasi tersebut wajar-wajar saja selama tidak menimbulkan masalah. Menghibur masyarakat dengan cara yang unik dan berbeda dibanding acara-acara hiburan yang telah ada merupakan salah satu sisi yang patut diapresiasi.

Namun entah sejak kapan, saya tidak tahu persisnya bagaimana, jokes ini kemudian menyentuh ranah-ranah yang sejatinya melenceng dari norma berkomedi. Karena dituntut untuk selalu kreatif, beberapa komedian “terpaksa” menciptakan humor-humor baru yang cenderung abai terhadap batasan-batasan yang berlaku seperti menyinggung SARA. Parahnya, jika ini sudah menyentuh ranah agama tertentu.

Islam dan Humor

Humor ada dalam Islam. Hampir tidak ada ulama yang kontra terhadap pernyataan ini. Sobat Jemmy dapat membaca kisah Nabi dan para sahabat yang sejatinya sudah cukup mewakili bahwa humor dan anekdot itu ada. Jika kita perhatikan dengan seksama, banyak sekali metode dakwah yang disampaikan oleh para asatidz, baik di perkotaan maupun pedesaan, tak lepas dari hal-hal yang menghibur dan membuat tertawa.

Sobat Jemmy mungkin bisa membayangkan bagaimana jika seorang guru mengajar tanpa humor dan ekspresi bahagia. Mungkinkah pelajaran akan mudah dipahami? Bukankah belajar akan lebih mudah apabila didesain sedemikian rupa menjadi suatu hal yang menyenangkan? Inilah yang kemudian diadopsi oleh para guru bahwa humor dapat menjadi salah satu metode pembelajaran paling efektif. Begitu pun dalam ajaran agama Islam.

Dalam sirah nabawi, terdapat beberapa riwayat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang juga bercanda. Dalam sebuah hadits, diceritakan bahwa Rasulullah pernah mencandai seorang nenek yang bertanya kepadanya tentang surga. Hadits berikut dibawakan oleh Imam Tirmidzi dalam Asy Syamail Muhammadiyah pada Bab “Sifat Candaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”

Contoh lainnya, dalam suatu riwayat, Ali Bin Abi Thalib hendak mencandai mertuanya sendiri yang tak lain adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika makan kurma bersama. Ia meletakkan sebagian biji-biji kurma dari sisa kurma yang dimakannya di samping Rasulullah agar seakan-akan biji-biji kurma itu merupakan sisa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

“Ya Rasul, aku tidak menyangka Rasul menyukai kurma, hingga begitu banyak memakannya,” ujar Ali Bin Abi Thalib. “Aku tidak selapar dan selahap kamu, Ali!” ujar Rasulullah, “Terbukti kamu memakan kurma dengan biji-bijinya hingga kurma-kurma yang engkau makan tak menyisakan biji-bijinya.”

Berkomedi sambil Berdakwah

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, “Mengapa para ustadz boleh memasukkan canda dalam ‘konten’ dakwahnya, begitupun guru dalam materi yang diajarkannya, sedangkan para muridnya cenderung tidak dianjurkan?” Hal ini menjadi menarik lantaran sebagian orang menganggap ada diskriminasi bagi sebagian yang lainnya.

Mari kita kembali membayangkan sebuah analogi, yang bahkan masih menjadi sebuah realita sosial. Jika ada seorang asing menyebut kita sebagai “si bodoh”, apakah kita kemudian tersinggung? Sebagai manusia yang normal, seharusnya jawabannya adalah iya. Padahal jika kita mau berpikir rasional, hal tersebut bisa jadi sebuah fakta, bahwa setiap manusia punya kebodohan atau kelemahan dalam suatu bidang tertentu. Lantas mengapa kita tersinggung? Jawabannya adalah karena orang asing tersebut belum benar-benar mengenal kita, sehingga yang orang asing itu katakan tidak berdasar dan tidak memiliki landasan.

Begitupun dengan ajaran agama. Para asatidz perlu belajar banyak terlebih dahulu. Mereka menyadari bahwa hidup ini kompleks, sehingga harus memperhatikan berbagai aspek dan batasan dalam menyampaikan dakwahnya, terutama jika dikaitkan dengan komedi.

Batasan-batasan Humor

Etika bermasyarakat sejatinya sudah cukup menjelaskan batasan-batasan humor. Dalam ruang publik, ada unsur SARA, yang tidak boleh disentuh oleh ranah sensitif seperti politik dan komedi. Apalagi jika berbicara mengenai batasan dalam Islam, tentu lebih luas lagi maslahatnya. Islam tak hanya mengajarkan toleransi antar agama yang diimplementasikan dengan adanya larangan saling menghina, tetapi juga memberi batasan di dalam agama Islam itu sendiri, sehingga tidak saling menyakiti dan mencederai keyakinan masing-masing individu. 

Berikut adab-adab bercanda dalam Islam yang perlu diperhatikan:

1. Jujur, menghindari dusta.

“Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

2. Tidak berlebihan

“Janganlah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.” (Shahih Al Jami’ no. 7435, dari Abu Hurairah)

3. Tidak berkaitan dengan agama, tauhid, symbol-simbol, wahyu risalah (QS At-Taubah 65-66)

4. Tidak mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan (QS Al-Hujurat 11)

5. Memperhatikan usia lawan bicara

6. Tidak menjadi tabiat

7. Tidak bergurau dalam urusan serius, dan tertawa dalam urusan sedih (QS An-Najm 59-61)

8. Tidak boleh menakut-nakuti atau mengancam orang lain (HR. Abu Daud)

Dark Jokes, Kesalahan Penggunaan

Sebagai salah satu genre dalam komedi, dark joke menjadi salah satu jokes yang paling sering digunakan di media sosial. Bagi para penggunanya, dark jokes dianggap sebagai perekat pertemanan paling efektif. Sayangnya, karena komedi ini selalu membutuhkan objek untuk ditertawakan, terkadang seorang atau beberapa teman akan dikorbankan untuk menjadi objeknya. Jika dilihat dampaknya secara berkelanjutan, hal ini justru berlawanan dengan tujuan komedi itu sendiri. Inilah yang kemudian menjadi salah satu penempatan dark jokes yang salah.

Namun, seiring waktu, dark joke kemudian berkembang mengorbankan agama sebagai objeknya. Pertanyaan-pertanyaan retoris yang mempermasalahkan berbagai aturan agama diluncurkan untuk memancing perhatian publik. Akibatnya, mayoritas penikmat komedi dark jokes ini bukan benar-benar ingin mencari tahu jawabannya, tetapi sekadar untuk membuat tertawa bahkan pada titik tertentu menganggap ajaran agama hanya lelucon belaka.

Mereka yang menganggap dark joke sebagai bagian dari keakraban berdalih bahwa kita hidup di negara demokrasi yang boleh menyampaikan apapun selama tidak menyinggung SARA dan tidak merugikan orang lain. Namun, nyatanya dark joke sudah menyinggung banyak orang dan bahkan menimbulkan perpecahan. Kondisi yang semakin kacau ini tidak lain disebabkan dark joke yang disampaikan tanpa ragu ke ruang publik dan meleset jauh dari dalih para pemakainya. Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan dark joke memiliki dampak mudharat yang sangat besar.

Kesimpulan

Jika sobat Jemmy meyakini bahwa tingkat pemahaman agama seseorang berbanding lurus dengan hidup yang kaku dan tanpa humor, maka sobat Jemmy bisa membaca kembali sirah nabawi yang menceritakan kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang ternyata juga bercanda. Islam mendefinisikan bahwa humor memiliki manfaat luas namun juga memiliki mudharat yang tidak kalah luas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk tidak banyak tertawa, karena hal itu dapat mematikan hati yakni menjadikannya keras, sulit menerima nasehat.

Pada kesimpulan ini,penulis juga ingin menyampaikan bahwa hendaknya kita sebagai manusia sadar, setiap hal di dunia ini memiliki kekurangan masing-masing. Sebab kita semua adalah ciptaan. Maka, tak berhak bagi kita untuk menjadikan kekurangan itu sebagai lelucon, apalagi jika disampaikan di ruang publik. Ini akan mencederai misi kemanusiaan untuk menjaga keharmonisan dan kesejahteraan antarindividu yang beragam.

Berkata Imam Ibnu Hibban, “Humor yang terpuji adalah humor yang tidak mengandung perkara yang dibenci Allah subhanahu wa ta’ala, tidak mengandung dosa dan tidak memutus tali silaturahmi. Adapun humor yang tercela tak beretika adalah humor yang menyebabkan permusuhan, menghilangkan, kewibawaan, memutus persahabatan, menjerumuskan seseorang ke dalam perkara yang hina, dan menyebabkan orang baik menjadi dendam ingin membalasnya”.

Daftar Pustaka

At-Tirmidzi. Syaikh Al-Albani. Al-syamā’il al-Muḥammadīyah

Ramdhani, Khalid. Akhlaq Humor Dalam Islam, Universitas Singaperbangsa Karawang

Tuasikal, M.A. (2015). Berbohong dalam Candaan. Diakses pada 19 September 2021. Dari https://rumaysho.com/10672-berbohong-dalam-candaan.html

Saputra, Andrian (2020). Mengolok-olok dan Jadikan Siksa Neraka Candaan Bolehkah. https://www.republika.co.id/berita/qkv3uz320/mengolokolok-dan-jadikan-siksa-neraka-candaan-bolehkah

Riset Tengah Tahun JMME 2021

Riset Tengah Tahun JMME 2021

Oleh: Islamic Learning and Development (ILD) | Selasa, 27/07/2021 20:05 WIB

Assalamualaikum sobat Jemmy!

Pada awal semester ini, JMME FEB UGM mengadakan “Riset Tengah Tahun” yang merujuk pada proses evaluasi Kabinet Al-Ikhwah selama satu semester ini.

Jika kalian merupakan Mahasiswa Muslim Aktif di FEB UGM, kami memohon kesediaan teman-teman untuk mengisi kuesioner di bawah ini selama 3-5 menit saja.

Selain menjadi tolak ukur kinerja kami, partisipasi teman-teman dalam riset ini akan menjadi penyemangat kami untuk terus berdakwah dalam lingkungan internal dan eksternal FEB UGM.

Jadi tunggu apalagi, segera isi link berikut ya fellas!
bit.ly/RisetJEMMY
bit.ly/RisetJEMMY
bit.ly/RisetJEMMY

Selain ikut serta dalam proses dakwah, teman-teman juga bisa berkesempatan memperoleh hadiah saldo e-wallet sebesar Rp90.000,- bagi tiga partisipan yang beruntung. Menarik bukan!?

Barakallahu fiikum!
Jazakumullah Khairan Katsiran wa Jazakumullah Ahsanal Jaza!

CP: 0895-0864-3847 (Rizqy)

Departemen Islamic Learning and Development (ILD)

JMME FEB UGM 2021
Kabinet Al-Ikhwah
#GatherBetterHappier
———————————–
Let’s get in touch
https://linktr.ee/jmme.febugm

Islam dan Terorisme : Apakah Islam Mengajarkan Terorisme?

Islam dan Terorisme :
Apakah Islam Mengajarkan Terorisme?

Oleh: Hanif Ubaidillah | Sabtu, 05/06/2021 14:25 WIB

Beberapa bulan yang lalu, Indonesia sempat dikejutkan dengan terjadinya insiden bom bunuh diri di gerbang Gereja Katedral Makassar (28/3/2021). Diduga bahwa pelaku bom bunuh diri merupakan pasangan suami istri yang menjadi anggota dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terlibat pada pengeboman di Filipina pada tahun 2019. Pelaku terlihat mengenakan celana cingkrang, bersorban, berjanggut panjang, sedangkan pelaku lainnya mengenakan cadar (niqab) serta pakaian panjang serba hitam.

Atribut pakaian pelaku mendapat banyak sorotan publik dan menyebabkan sentimen negatif di sebagian masyarakat bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan terorisme. Namun apakah benar jika Islam mengajarkan tindakan terorisme? Artikel ini akan mencoba membahas hukum terorisme dalam Islam, dimulai dari definisi terorisme dan kasusnya di Indonesia, hukum menakut-nakuti orang lain, hukum membunuh orang non-muslim, hukum bunuh diri, beserta kesimpulan penulis mengenai terorisme di Indonesia. Selamat membaca!

Definisi dan Kasus Terorisme di Indonesia

Terorisme diambil dari kata teror yang berarti usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Terorisme pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang umumnya adalah tujuan politik. Bentuk terorisme sendiri dapat berupa pengeboman, pembunuhan, penyerangan bersenjata, penyanderaan, pembajakan, dan lain-lainnya.

Menurut Public Virtue Research Institute, terdapat sembilan kasus ledakan bom yang terjadi di Indonesia dalam dua dekade terakhir. Sedangkan menurut Tim Analisis LAB 45, jumlah teror yang terjadi di Indonesia pada tahun 2000-2021 adalah sejumlah 552 aksi teror. Angka ini menunjukkan bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya aman dari tindakan terorisme.

Hukum Menakuti-nakuti Orang Lain

Salah satu tujuan dari tindakan terorisme adalah untuk menciptakan ketakutan. Agama Islam sendiri melarang umat Islam untuk menakut-nakuti orang lain, meskipun hanya sekadar bercanda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362). Kita juga tidak boleh menakut-nakuti orang non-muslim yang berdampingan baik dengan umat muslim, sebab kita diperintah untuk bermuamalah baik dengan mereka dalam urusan duniawi.

Menakut-nakuti juga dapat dilakukan dalam bentuk mengambil atau menyembunyikan barang milik orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160). Dalam hadist riwayat Muslim no. 2616, umat Islam juga dilarang menodongkan senjata tajam kepada orang lain meskipun sedang bercanda. Jika menyembunyikan barang dan menodongkan senjata tajam meskipun hanya bercanda saja dilarang, apalagi melakukan teror dengan meledakkan bom yang menakuti banyak orang. Menakut-nakuti orang lain adalah hal terlarang dalam Islam.

Hukum Membunuh Orang Kafir (Non-Muslim)

Selain bertujuan untuk menakut-nakuti banyak orang, salah satu tujuan terorisme adalah untuk membunuh golongan tertentu. Pada kasus Bom Makassar (2021), diduga kedua pelaku bertujuan untuk meledakkan diri di tengah-tengah umat kristiani dengan dalih untuk berjihad. Namun apakah hal ini dapat disebut jihad? Lalu bagaimanakah hukum membunuh orang kafir (non-muslim) dalam Islam? Sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam istilah kafir digunakan untuk menyebut orang yang beragama selain Islam. Kata kafir bukan pula sebuah hinaan, melainkan sebuah sebutan.

Islam mengelompokkan orang kafir menjadi beberapa golongan, yaitu: Kafir dzimmi, kafir mu’ahad, kafir musta’man, dan kafir harbi.

  • Kafir dzimmi adalah orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin.
  • Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang bersepakat untuk tidak berperang dengan kaum muslim dalam waktu yang disepakati.
  • Kafir musta’man adalah orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin.
  • Kafir harbi adalah orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang umat muslim.

Selain dari kafir harbi, agama Islam mengharamkan umat muslim untuk membunuh tiga golongan lainnya. Terdapat beberapa dalil yang mengharamkan untuk membunuh kafir dzimmi, kafir mu’ahad, dan kafir musta’man. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. An Nasa’i). Hadits ini menunjukkan ancaman berat bagi umat Islam yang membunuh seorang kafir dzimmi hingga tidak dapat mencium bau surga. Pada hadits riwayat Bukhari no. 3116, terdapat ancaman serupa bagi orang Islam yang membunuh seorang kafir mu’ahad.

Umat Islam juga dilarang membunuh seorang kafir musta’man dalam firman Allah pada surah At Taubah ayat 6, “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” Sedangkan seorang kafir harbi yang benar-benar memerangi umat Islam sebagaimana ketentuan syariat adalah halal untuk dibunuh. Namun umat muslim tidak diperkenankan untuk asal membunuh kafir harbi secara asal dan harus memperhatikan hukum syariat yang ada. Membunuh orang kafir yang hidup berdampingan baik dengan umat Islam bukanlah jihad dan tidak dibenarkan.

Hukum Bunuh Diri

Pada kasus Bom Makassar (2019), kedua pelaku terorisme melakukan aksi pengeboman dengan cara meledakkan diri sendiri. Apakah bom bunuh diri dibenarkan dalam Islam? Jawabannya adalah tidak. Bunuh diri diharamkan oleh syariat dan termasuk dosa yang sangat besar hingga pelakunya terancam masuk neraka. Allah berfirman dalam surah An Nisa’ ayat 29-30, “…. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

Pelaku bunuh diri juga akan mendapat adzab keras berupa berulang kali membunuh dirinya dengan cara ia mati di hari kiamat nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula di neraka. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara menusuk dirinya dengan benda tajam, maka di neraka dia akan menusuk dirinya pula dengan cara itu.” (HR. Bukhari no. 1365). Begitu pula seorang yang mati dengan cara meledakkan dirinya, maka di hari kiamat nanti ia akan berulang kali meledakkan dirinya. Agama Islam tidak membenarkan bom bunuh diri.

Kesimpulan

Meskipun banyak pihak dan media yang menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan terorisme, namun syariat Islam sendiri mengharamkan tindakan terorisme. Baik dalam perkara menakut-nakuti orang lain, membunuh orang kafir (selain kafir harbi), dan bunuh diri, merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Hal ini didukung dengan dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an dan hadits beserta pemahaman yang lurus dari para ulama. Sehingga apabila ada seorang muslim yang menghalalkan terorisme, maka dapat dipastikan bahwa ia memiliki pemahaman menyimpang yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Lalu apakah celana cingkrang, janggut panjang, dan cadar merupakan tanda bahwa seseorang memiliki pemahaman yang menyimpang? Jawabannya adalah tidak. Pada kenyataannya memelihara janggut, memakai celana di atas mata kaki, dan memakai cadar hukumnya adalah sunnah dalam Islam. Penampilan ini adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para salafush shalih. Sunnah ini menjadi buruk di mata beberapa masyarakat sebab keawaman mereka terhadap ilmu agama Islam dan perilaku sejumlah oknum (teroris) yang merusak citra baik dari sunnah ini.

Agama Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, sehingga isinya pun mengajarkan untuk saling menyayangi, berbuat kebaikan kepada sesama, mengajak kepada kebaikan, dan melarang dari kemungkaran. Apabila ada sejumlah oknum yang menyimpang, tidaklah sepantasnya bagi seseorang untuk melakukan generalisasi bahwa ajaran Islam juga menyimpang. Pada kenyataannya, citra buruk yang disematkan kepada umat Islam hanyalah sebatas rekayasa media saja. Sebab agama Islam mengharamkan terorisme dan mengecam para pelaku terorisme.

 

Referensi

Baits, Ammi Nur (2018). Bukan Dalil untuk Bom Bunuh Diri. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://konsultasisyariah.com/31777-bukan-dalil-untuk-bom-bunuh-diri.html

CNN Indonesia (2021). Daftar Kasus Ledakan Bom di Indonesia 2 Dekade Terakhir. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210328150157-20-623072/daftar-kasus-ledakan-bom-di-indonesia-2-dekade-terakhir

Farisa, Fitria Chusna (2021). 552 Aksi Teror Terjadi Sejak Tahun 200, Terbanyak Ada di Era SBY. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://nasional.kompas.com/read/2021/03/30/15460211/552-aksi-teror-terjadi-sejak-tahun-2000-terbanyak-ada-di-era-sby?page=all#

Nugroho, Wisnu (2021). Bom Bunuh Diri di Gerbang Katedral Makassar dan Ancaman Teror Serentak. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/30/090623665/bom-bunuh-diri-di-gerbang-katedral-makassar-dan-ancaman-teror-serentak?page=all#

Syamhudi, Kholid (2009). Apakah Semua Orang Kafir Sama? Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://almanhaj.or.id/2569-apakah-semua-orang-kafir-sama.html

Tuasikal, Muhammad Abduh (2009). Hukum Membunuh atau “Ngebom” Orang Kafir. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://rumaysho.com/379-hukum-membunuh-atau-qngebomq-orang-kafir.html

Tuasikal, Muhammad Abduh (2009). Mengenai Seorang Muslim yang Bunuh Diri. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://rumaysho.com/377-mengenai-seorang-muslim-yang-bunuh-diri.html

Tuasikal, Muhammad Abduh (2009). Penampilan Seperti Ini Bukanlah Teroris. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://rumaysho.com/419-penampilan-seperti-ini-bukanlah-teroris.html

Tuasikal, Muhammad Abduh (2015). Islam Mengajarkan Terorisme? Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://rumaysho.com/10511-islam-mengajarkan-terorisme.html

Tuasikal, Muhammad Abduh (2016). Tidak Boleh Bercanda dengan Menodong Pisau. Diakses pada tanggal 19 Mei 2021. Dari https://rumaysho.com/14554-tidak-boleh-bercanda-dengan-menodong-pisau.html